Di bawah langit senja yang membakar, berdiri dua siluet di tepi Danau Cermin. Angin berbisik lirih, membawa aroma bunga plum yang sedang mekar sempurna. Di sanalah, sepuluh tahun lalu, Jianyu menggenggam erat tangan Xiaoxi, berjanji SETIA ABADI.
"Xiaoxi," ucap Jianyu, suaranya serak, "Aku akan kembali. Aku akan membangun kerajaan untukmu, agar kau tak perlu lagi merasakan dinginnya kemiskinan."
Xiaoxi, dengan mata yang berkaca-kaca, hanya mengangguk. Ia tahu, ambisi Jianyu membara sekuat matahari. Ia tahu, untuk meraih mimpi, Jianyu harus pergi. Namun, di kedalaman hatinya, ia menyimpan KETAKUTAN yang tak terucapkan.
Waktu berlalu seperti air bah yang menghanyutkan kenangan. Surat-surat Jianyu semakin jarang. Kesibukannya, katanya, menyita seluruh waktu dan tenaganya. Hingga suatu hari, surat itu tak lagi datang.
Xiaoxi menunggu. Ia menunggu di bawah pohon plum yang sama, di tepi Danau Cermin yang sama. Ia menunggu dengan harapan yang semakin menipis, bagai lilin yang terbakar hingga tetes terakhir.
Lalu, berita itu datang. Jianyu, si pemuda desa yang dulu miskin, kini menjadi pengusaha sukses. Ia menikahi putri seorang konglomerat, pernikahan yang akan semakin melambungkan bisnisnya ke angkasa.
Dunia Xiaoxi runtuh. Janji itu… HANYA JANJI.
Bertahun-tahun kemudian, Xiaoxi berubah. Bukan lagi gadis desa yang polos, melainkan wanita anggun dengan tatapan setajam pisau. Ia belajar, ia bekerja keras, ia membangun kekayaannya sendiri. Ia, Xiaoxi, kini menjadi rival bisnis Jianyu yang paling tangguh.
Di sebuah gala amal, mata mereka bertemu lagi. Jianyu menatap Xiaoxi dengan tatapan kaget bercampur penyesalan. "Xiaoxi… aku…"
Xiaoxi tersenyum tipis. Senyum yang tak mencapai matanya. "Jianyu, selamat atas kesuksesanmu." Suaranya dingin, bagai es yang membekukan hati.
Malam itu, perusahaan Jianyu mengalami kerugian besar. Sahamnya anjlok. Investasi pentingnya dibatalkan. Tak ada yang tahu siapa dalang di balik semua ini. Tak ada yang tahu, bahwa tangan halus Xiaoxi-lah yang menenun jaring kehancuran.
Jianyu bangkrut. Semua yang ia raih dengan susah payah, lenyap dalam semalam. Ia berdiri di tepi Danau Cermin, tempat ia dulu mengikrarkan janji setia. Ia menatap bayangannya sendiri, seorang pria tua yang penuh penyesalan.
Di kejauhan, Xiaoxi mengamati. Ia tak merasakan kemenangan. Hanya kehampaan. Ia telah mengambil semua yang Jianyu miliki, persis seperti Jianyu mengambil hatinya sepuluh tahun lalu.
Apakah ini keadilan, atau hanya siklus luka yang tak pernah berhenti?
Cinta yang dikhianati meninggalkan dendam yang bersemi, dan akankah dendam itu cukup untuk membasuh luka abadi?
You Might Also Like: Supplier Skincare Tangan Pertama Jualan